Senin, 05 Desember 2011

MEMAHAMI BENCANA DAN DAMPAK PSIKOLOGISNYA


MEMAHAMI BENCANA DAN DAMPAK PSIKOLOGISNYA

Bencana
            Saat ini banyak sekali terjadi bencana yang melanda negara Indonesia ini. Dalam tahun 2011 ini sudah sering terjadi bencana baik dalam skala kecil maupun dalam skala yang besar. Bila kita telaah, bencana dapat diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
            Bencana yang terjadi tentunya membawa resiko tersendiri bagi kehidupan dan menjurus dalam berbagai aspek. Potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa :
1.      Kematian
2.      Luka, sakit
3.      Jiwa terancam
4.      Hilangnya rasa aman
5.      Pengungsian
6.      Kerusakan atau kehilangan harta, dan
7.      Gangguan kegiatan masyarakat
Faktor-faktor utama yang menyebabkan bencana tersebut menimbulkan banyak korban dan kerugian yang besar adalah :
1.      Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazards).
2.      Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya alam (vulnerability).
3.      Kurangnya informasi/peringatan dini (earky warning) yang menyebabkan ketidaksiapan.
4.      Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.
Dari faktor-faktor terebut sudah seharusnya masyarakat memiliki kesadaran untuk menanggulangi bencana yang terjadi dengan cara :
1.      Paradigma Relief
Yang dimaksud dengan paradigma relief adalah penanggulangan bencana yang lebih bersifat bantuan dan kedaruratan dengan tujuan untuk menekan tingkat kerugian serta lebih cepat dalam memulihkan kerusakan yang terjadi. Bantuan yang diberikan berupa pangan, penampungan darurat, kesehatan dan pengatasan krisis.
2.      Paradigma Mitigasi
Paradigma mitigasi lebih diarahkan  pada identifikasi berupa pengenalan terhadap pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan, dan melakukan kegiatan mitigasi yang bersifat struktural maupun nonstruktural seperti penataan ruang, building code dan sebagainya.
3.      Paradigma Pembangunan
Paradigma ini mengarah kepada faktor-faktor kerentanan dalam masyarakat. Upaya-upaya yang dilakukan lebih bersifat mengintegrasikan upaya penanggulangan bencana dengan program pembangunan. Misalnya melalui perkuatan ekonomi, penerapan teknologi, pengentasan kemiskinan dan sebagainya.


4.      Paradigma Pengurangan Resiko
Pendekatan ini merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah dengan perhatian kepada faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik dalam perencanaan pengurangan bencana. Hal terpenting dalam pendekatan ini adalah memandang masyarakat sebagai subyek dan bukan obyek dari penanggulangan bencana dalam proses pembangunan.
            Selain dari keempat paradigma tersebut saat ini ada hal yang disebut dengan pergeseran paradigm. Dalam paradigma sekarang pengurangan Risiko Bencana yang merupakan rencana terpadu yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah serta meliputi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Dalam implementasinya kegiatan pengurangan risiko bencana nasional akan disesuaikan dengan rencana pengurangan risiko bencana pada tingkat regional dan internasional. Dimana masyarakat merupakan subyek, obyek sekaligus sasaran utama upaya pengurangan risiko bencana dan berupaya mengadopsi dan memperhatikan kearifan lokal (local wisdom) dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge) yang ada dan berkembang dalam masyarakat.
            Ada tiga hal penting terkait dengan perubahan paradigma tersebut, yaitu :
1.      Penanggulangan bencana tidak lagi berfokus pada aspek tanggap darurat tetapi lebih pada keseluruhan manajemen risiko.
2.      Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah merupakan wujud pemenuhan hak asasi rakyat dan bukan semata-mata karena kewajiban pemerintah.
3.      Penanggulangan bencana bukan lagi hanya urusan pemerintah tetapi juga menjadi urusan bersama masyarakat dan lembaga usaha, dimana pemerintah menjadi penanggungjawab utamanya.
Selain paradigma diatas, masyarakat juga memerlukan “Panduan Teknis Penanggulangan Dampak Psikologis Bencana di Indonesia”. Panduan tersebut diperuntukan bagi relawan logistik, pecinta alam, TNI, tagana,  dll dan yang menjadi sasaran adalah semua kelompok usia, yang berada di luar fasilitas/instalasi kesehatan. Adapun jenis panduan yang diperlukan adalah :
1.      Panduan untuk kalangan Nonpsikologi - fase emergency
2.      Panduan untuk kalangan Nonpsikologi - fase recovery
3.      Panduan untuk kalangan Psikologi
Dalam aplikasi di lapangan ada dua hal utama yang perlu digali yaitu :
1.      Aspek utama dari relawan
a)      Apa yang sudah dilakukan?
b)      Apa hambatan/tantangan dan coping?
c)      Dampak yang dirasakan dengan menolong
d)     Apa yang dirasakan sudah & belum dimiliki untuk menolong
e)      Kapan dan bagaimana bantuan dapat diakhiri
2.      Aspek utama dari penyintas
a)      Bantuan yang dibutuhkan dari relawan
b)      Apa yang diterima
c)      Apa yang dirasakan dari bantuan yang diterima
d)     Kapan merasa sudah tidak membutuhkan bantuan

Stimulasi Prenatal

STIMULASI PRENATAL

Masa kehamilan trimester I (3 bulan) merupakan fase yang paling rentan yaitu ketika pembentukan sel-sel tubuh pada bayi. Oleh sebab itu disarankan pemakaian obat-obatan secara terus menerus sebaiknya dihindari karena hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan janin dan dampak ringan dari berbagai penyakit yang muncul pada janin adalah salah satunya yaitu keguguran ataupun akibat yang sangat signifikan bisa berupa cacat bawaan hingga kematian.
Salah satu contoh perilaku yang sering kita jumpai yaitu seroang perokok pasif, dampaknya adalah menyebabkan cacat pada bawaan, krn kandungan asap yang dihasilkan dari sebatang rokok kandungannya adalah sama dengan zat CO2 pada asap kendaraan.
Bagian dari janin yang mampu menyaring gangguan dari lingkungan luar adalah placenta. Namun placenta tersebut tidak sepenuhnya mampu menyaring gangguan tersebut, ada beberapa zat kimia yang yang masih bisa menembus placenta.
Pada umumnya pada usia kehamilan yang memasuki masa trimester II & III, janin sudah mulai menguat dan tidak lagi terlalu terpengaruh oleh gangguan dari lingkungan luar, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa pengaruh dari lingkungan luar tersebut masih ada bagi janin tersebut. Dan yang perlu diingat adalah pada masa kehamilan ibu tidak diperkenankan bekerja terlalu keras karena akan berdampak pula pada kesehatan janin.

Pemberian Stimulasi Pralahir
            Penelitian yang dilakukan oleh Verny T. & Kelly J. secara garis besar mengungkapkan bawasanya pada masa pralahir bayi sebenarnya sudah mampu mendengar dan merasakan apa yang terjadi dengan san ibu, baik dalam kondisi menyenangkan ataupun tidak menyenangkan.
            Berasarkan penelitian tersebut terlihat juga bahwa konsep paradigma yang dimiliki sebagian orang tua khsusnya pada zaman dulu mengibaratkan bahwa bayi didalam kandungan adalah layaknya berada pada sebuah ruang tunggu yang hanya menunggu datangnya waktu kelahiran. Namun pandangan atau paradigma masa kini justru berbeda dan mengibaratkan bahwa bayi yang ada dalam kandungan adalah dikondisi berada pada sebuah ruang kelas dan didalam kandungan tersebut bayi sedang belajar serta mengeskplorasi setiap kejadian yang kemudian direkam dan direfleksikan ketika bayi tersebut sudah lahir.

Metode Pendidikan Janin
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa paradigma ruang kelas mengkondisikan bayi dalam kandungan tersebut selalu belajar dan merekam setiap suara dan kejadian dari lingkungan luar.
Adapun beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam metode pendidikan janin :
  • Memberi stimulasi pada sel-sel otak
  • Janin diberi kesempatan untuk mengaktifkan dan memanfaatkan sel-sel otaknya sejak sebelum lahir
  • Tingkat kecerdasan tidak bergantung pada besarnya volume otak, namun lebih kepada seberapa banyak bayi tersebut dapat belajar hal apapun ketika dalam kandungan
  • Besarnya volume otak ditentukan oleh gen
Metode yang paling tepat dan aman dalam membentuk bayi agar menjadi individu yang cerdas adalah stimulasi otak dan juga didukung dengan rekayasa gizi atau pemberian suplai gizi yang cukup agar perkembangan bayi juga lebih baik.

Stimulasi
            Pemberian stimulasi terbaik pada usia prenatal adalah dengan memperdengarkan suara yang halus atau alunan musik klasik kepada bayi. Karena dalam usia ± 3 bulan, pembentukan struktur pendengaran bayi sudah sempurna dan siap menerima stimulus suara dari luar. Bersamaan dengan itu pula, otak mampu menterjemahkan setiap rangsangan suara yang masuk dan terdengar oleh bayi tersebut.
            Berkaitan dengan stimulasi, otak pada bayi memiliki frekuensi. Apabila diberi frekuensi tertentu maka otak akan bekerja dengan optimal dan secara otomatis seluruh fungsi organ akan berjalan sempurna. Dampak positifnya adalah aliran darah berjalan dengan lancar, tekanan darah menjadi normal dan pasokan oksigen menjadi besar.
            Otak bayi diberi alunan musik lembut dengan getaran ± 15 Hz dengan tujuan agar mampu menangkap gelombang suara ayah dan ibunya, jadi ketika sudah lahir maka bayi tersebut mampu mengenal dan membedakan suara ayah dan ibunya.

Paduan Stimulasi
            Seperti yang telah tertulis pada poin sebelumnya bahwa stimulasi merupakan hal penting dalam perkembangan kecerdasan bayi ketika dalam kandungan.
Adapun paduan stimulasi yang baik diberikan pada bayi adalah :
  • Suara
  • Rabaan
  • Relaksasi
  • Aroma terapi
Tujuan dari pemberian paduan stimulus tersebut adalah lebih kepada rasa pemberian sensasi rasa nyaman dan tenang pada otak bayi sehingga dapat mencapai optimalisasi yang baik dan dapat berkembang dengan maksimal.

Stimulasi Negatif
            Apabila ada stimulasi positif tentunya juga ada yang disebut dengan stimulasi negatif. Stimulasi negatif disini sebaiknya tidak terjadi kepada ibu hamil yang nantinya akan berdampak pula pada perkembangan bayi tersebut.
            Pada umumnya stimulasi negatif tersebut dihasilkan akibat dari stress yang dirasakan oleh si ibu. Ketika ibu merasakan tekanan atau stress, ibu mengeluarkan hormon kortisol dan secara otomatis bayi dalam kandungan juga merasakan dampak dari keluarnya hormon kortisol yang dihasilkan oleh si ibu yang mengalami stress tersebut. Dalam perjalanannya hormon kortisol tesebut masuk melalui pembuluh darah hingga akhirnya masuk ke placenta janin dan membuat janin juga mengalami stress.
            Jika ibu tersebut mengalami stress secara terus menerus otomatis hormon kortisol yang dihasilkan akan terakumulasi dan menjadi banyak. Akibatnya janin terkondisikan dengan kortisol yang tinggi dan ketika bayi sudah lahir nantinya maka anak akan menjadi mudah stress seperti yang dirasakan olhe ibunya.
            Oleh sebab itu ibu diusahakan untuk menghindari adanya stressor yang dapat memicu timbulnya stress dengan cara mempersiapkan masa kehamilan dengan baik agar siap juga dalam menghadapi berbagai kendala yang muncul ketika dalam masa kehamilan dan juga mempersiapkan diri agar menjadi orang tua yang baik dan bijaksana.