PENDAHULUAN
Masa anak-anak
merupakan suatu fase dalam awal perkembangan manusia. Pada usia ini, individu
cenderung ingin sekali melakukan apa yang tergambar dalam cognitive map mereka. Oleh sebab itu orang tua seharusnya mampu
mengetahui apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh anak tersebut. Anak usia
dini pada umumnya belum memiliki banyak gambaran terhadap perkembangannya dan
oleh karena itu orang tualah yang harus berperan aktif dalam membantu
perkembangan anaknya.
Dalam
perkembangan anak usia dini banyak sekali aspek yang dapat ditonjolkan salah
satunya adalah kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa pada anak usia dini
dapat dioptimalkan dengan banyak metode. Salah satu metode yang dapat digunakan
dalam meningkatkan kemampuan bahasa pada anak usia dini adalah melalui metode
bercerita. Dalam paragraph berikutnya akan dipaparkan hal yang berkaitan dengan
penerapan metode bercerita pada anak.
METODE
BERCERITA PADA ANAK USIA DINI
Dalam bab ini
akan dipaparkan mengenai pengertian metode berecerita serta hal-hal yang
berkaitan di dalamnya. Awalnya akan dipaparkan pengertian mengenai cerita.
Cerita adalah rangkaian
peristiwa yang disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi)
ataupun tidak nyata (fiksi). Kata Dongeng berarti cerita rekaan/tidak
nyata/fiksi, seperti: fabel (binatang dan benda mati), sage (cerita
petualangan), hikayat (cerita rakyat), legenda (asal usul), mythe (dewa-dewi,
peri, roh halus), ephos (cerita besar; Mahabharata, Ramayana, saur sepuh, tutr
tinular). Jadi kesimpulannya adalah “Dongeng adalah cerita, namun cerita belum
tentu dongeng”.
Metode Bercerita
berarti penyampaian cerita dengan cara bertutur. Yang membedakan anatara
bercerita dengan metode penyampaian cerita lain adalah lebih menonjol aspek
teknis penceritaan lainnya. Sebagaimana phantomin yang lebih menonjolkan gerak
dan mimik, operet yang lebih menonjolkan musik dan nyanyian, puisi dan
deklamasi yang lebih menonjolkan syair, sandiwara yang lebih menonjol pada
permainan peran oleh para pelakunya, atau monolog (teater tunggal) yang
mengoptimalkan semuanya. Jadi tegasnya metode bercerita lebih menonjolkan
penuturan lisan materi cerita dibandingkan aspek teknis yang lainnya.
Menurut para ahli pendidikan,
bercerita kepada anak-anak memiliki beberapa fungsi yang amat penting, yaitu:
1. Membangun
kedekatan emosional antara pendidik dengan anak.
2. Media
penyampai pesan/nilai mora dan agama yang efektif
3. Pendidikan
imajinasi/fantasi
4. Menyalurkan
dan mengembangkan emosi
5. Membantu
proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita
6. Memberikan
dan memperkaya pengalaman batin
7. Sarana
Hiburan dan penarik perhatian
8. Menggugah
minat baca
9. Sarana
membangun watak mulia
Dalam bercerita pada
anak ada beberapa poin yang harus diperhatikan yaitu :
1. Teknik
bercerita
Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam
bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi serta
ekspresi. Seorang pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur
penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar
unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional
adalah sebagai berikut : (1) Narasi (2) Dialog (3) Ekspresi (terutama mimik
muka) (4) Visualisasi gerak/Peragaan (acting) (5) Ilustrasi suara, baik suara
lazim maupun suara tak lazim (6) Media/alat peraga (bila ada) (7) Teknis
ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.
2. Mengkondisikan
anak
Tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan
bercerita. Suasana tertib harus diciptakan sebelum dan selama anak-anak
mendengarkan cerita. Diantaranya dengan cara-cara sebagai berikut:
a) Aneka
tepuk: seperti tepuk satu-dua, tepuk tenang, dan lain-lain. Contoh;
Jika
aku (tepuk 3x)
sudah
duduk (tepuk 3x)
maka
aku (tepuk 3x)
harus
tenang (tepuk 3x)
sst…sst..sst…
b) Simulasi
kunci mulut: Pendidik mengajak anak-anak memasukkan tangannya ke dalam saku,
kemudian seolah-olah mengambil kunci dari saku, kemudian mengunci mulut dengan
kunci tersebut, lalu kunci di masukkan kembali ke dalam saku
c) Lomba
duduk tenang”, Kalimat ini diucapkan sebelum cerita disampaikan, ataupun selama
berlangsungnya cerita. Teknik ini cukup efektif untuk menenangkan anak, Apabila
cara pengucapannya dengan bersungguh-sungguh, maka anak-anak pun akan
melakukannya dengan sungguh-sungguh pula.
d) Tata
tertib cerita, sebelum bercerita pendidik menyampaikan aturan selama
mendengarkan cerita, misalnya; tidak boleh berjalan-jalan, tidak boleh
menebak/komentari cerita, tidak boleh mengobrol dan mengganggu kawannya dengan
berteriak dan memukul meja. Hal ini dilakukan untuk mencegah anak-anak agar
tidak melakukan aktifitas yang mengganggu jalannya cerita
e) Ikrar,
Pendidik mengajak anak-anak untuk mengikrarkan janji selama mendengar cerita,
contoh:
Ikrar..!
Selama cerita, Kami berjanji
Selama cerita, Kami berjanji
1) Akan
duduk rapi dan tenang
2) Akan
mendengarkan cerita dengan baik
f) Siapkan
hadiah!, secara umum anak-anak menyukai hadiah. Hadiah mendorong untuk
anak-anak untuk mendapatkannya, meskipun harus menahan diri untuk tidak bermain
dan berbicara. Bisa saja kita memberikan hadiah imajinatif seperti makanan,
binatang kesayangan, balon yang seolah-olah ada di tangan dan diberikan kepada
anak, tentu saja diberikan kepada anak-anak yang sudah akrab dengan kita,
seringkali teknik ini menimbulkan kelucuan tersendiri.
3. Teknik
membuka cerita
Hal ini mengingatkan pula betapa pentingnya membuka
suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah. Mengapa harus menggugah minat?
Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat menentukan, maka membutuhkan
teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang kuat, diantaranya dapat
dilakukan dengan: Pernyataan kesiapan : “Anak-anak, hari ini, Ibu telah siapkan
sebuah cerita yang sangat menarik…” dan seterusnya.
Potongan cerita: “Pernahkah kalian mendengar, kisah
tentang seorang anak yang terjebak di tengah banjir?, kemudian terdampar di
tepi pantai…?” Sinopsis (ringkasan cerita), layaknya iklan sinetron “Cerita bu
Guru hari ini adalah cerita tentang “seorang anak kecil pemberani, yang
bertempur melawan raja gagah perkasa perkasa ditengah perang yang besar” (kisah
nabi Daud) mari kita dengarkan bersama-sama ! Munculkan Tokoh dan Visualisasi “
dalam cerita kali ini, ada 4 orang tokoh penting…yang pertama adalah seorang
anak yang jago main karate, ia tak takut dengan siapapun…namanya Adiba, yang
kedua adalah seorang ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad, badannya
tinggi besar dan bila tertawa..iiih mengerikan karena sangat keras”…HA.
HA..HA..HA..HA”, Somad memiliki golok yang sangat besar, yang ketiga seorang
guru yang bernama Umar, wajahnya cerah dan menyenangkan…dan seterusnya.
Ekspresi emosi: Adegan orang marah, menangis,
gembira, berteriak-teriak dan lain-lain. Musik & Nyanyian “Di sebuah negeri
angkara murka, dimulai cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau ambillah sebuah
lagu yang popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimat pembuka sebuah
cerita. Suara tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidik dapat memulai cerita dengan
memunculkan berbagai macam suara seperti; suara ledakan, suara aneka binatang,
suara bedug, tembakan dan lain-lain.
4. Menutup
cerita dan evaluasi
a) Tanya
jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harus dicontoh maupun
ditinggalkan.
b) Doa
khusus memohon terhindar dari memiliki kebiasaan buruk seperti tokoh yang
jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapat meniru kebaikan tokoh yang baik.
c) Janji
untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebih baik, contoh “Mulai
hari ini, Aku tak akan malas lagi, aku anak rajin dan taat kepada guru!”
d) Nyanyian
yang selaras dengan tema, baik berasal dari lagu nasional, popular maupun
tradisional
e) Menggambar
salah satu adegan dalam cerita. Setelah selesai mendengar cerita, teknik ini
sangat baik untuk mengukur daya tangkap dan imajinasi anak.
5. Penanganan
keadaan darurat
Apabila saat bercerita terjadi keadaan yang
mengganggu jalannya cerita, pendidik harus segera tanggap dan melakukan
tindakan tertentu untuk mengembalikan keadaan, dari kondisi yang buruk kepada
kondisi yang lebih baik (tertib). Adapun kasus-kasus yang paling sering terjadi
adalah:
a) Anak
menebak cerita. Penanganan: Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita
b) Anak
mencari perhatian. penanganan: sampaikan kepada anak tersebut bahwa kita dan
teman-temannya terganggu, kemudian mintalah anak tersebut untuk tidak
mengulanginya.
c) Anak
mencari kekuasaan. Penanganan: Pendidik lebih mendekat secara fisik dan lebih
sering melakukan kontak mata dengan hangat.
d) Anak
gelisah. Penanganan: Pendidik lebih dekat secara fisik dan lebih sering
melakukan kontak mata dengan hangat, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada
aktivitas bersama seperti tepuk tangan dan penyanyi yang mendukung penceritaan.
e) Anak
menunjukkan ke tidak puasan. Penanganan: Pendidik membisikkan ke telinga anak
tersebut dengan hangat ”Adik anak baik, Ibu makin sayang jika adik duduk lebih
tenang”
f) Anak-anak
kurang kompak. Pananganan: pendidik lebih variatif mengajak tepuk tangan maupun
yel-yel.
g) Kurang
taat pada aturan atau tata tertib. Penanganan: Pendidik mengulangi dengan
sungguh-sungguh tata tertib kelas.
h) Anak
protes minta ganti cerita. Penanganan: Katakanlah ”Hari ini ceritanya adalah
ini, cerita yang engkau inginkan akan Ibu sampaikan nanti”.
i)
Anak menangis. Penanganan: Mintalah
orang tua atau pengasuh lainnya membawa keluar.
j)
Anak berkelahi. Penanganan: Pisahkan
posisi duduk mereka jangan terpancing untuk menyelesaikan masalahnya, namun
tunggu setelah selesai cerita
k) Ada
tamu. Penanganan: Berikan isyarat tangan kepada tamu agar menunggu, kemudian
cerita diringkas untuk mempercepat penyelesaiannya. Suasana cerita sangat
ditentukan oleh ketrampilan bercerita pendidik dan hubungan emosional yang baik
antara pendidik dengan anak-anak. Beberapa kasus di atas hanyalah sebagian
contoh yang sering muncul saat seorang pendidik bercerita, jadi penanganannya
bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kreativitas pendidik.
6. Media
dan alat bercerita
Berdasarkan cara penyajiannya, bercerita dapat
disampaikan dengan alat peraga maupun tanpa alat peraga (dirrect story).
Sedangkan bercerita dengan alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga
langsung (membawa contoh langsung:kucing dsb) maupun peraga tidak langsung
(boneka, gambar, wayang dsb). Agar bercerita lebih menarik dan tidak
membosankan, pendidik disarankan untuk lebih variatif dalam bercerita,
adakalanya mendongeng secara langsung, panggung boneka, papan flanel, slide, gambar
seri, membacakan cerita dan sebagainya.sehingga kegiatan bercerita tidak
menjemukan.