Selasa, 09 Oktober 2012

PENERAPAN METODE BERCERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK USIA DINI



PENDAHULUAN
            Masa anak-anak merupakan suatu fase dalam awal perkembangan manusia. Pada usia ini, individu cenderung ingin sekali melakukan apa yang tergambar dalam cognitive map mereka. Oleh sebab itu orang tua seharusnya mampu mengetahui apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh anak tersebut. Anak usia dini pada umumnya belum memiliki banyak gambaran terhadap perkembangannya dan oleh karena itu orang tualah yang harus berperan aktif dalam membantu perkembangan anaknya.
            Dalam perkembangan anak usia dini banyak sekali aspek yang dapat ditonjolkan salah satunya adalah kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa pada anak usia dini dapat dioptimalkan dengan banyak metode. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam meningkatkan kemampuan bahasa pada anak usia dini adalah melalui metode bercerita. Dalam paragraph berikutnya akan dipaparkan hal yang berkaitan dengan penerapan metode bercerita pada anak.

METODE BERCERITA PADA ANAK USIA DINI
            Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai pengertian metode berecerita serta hal-hal yang berkaitan di dalamnya. Awalnya akan dipaparkan pengertian mengenai cerita.
Cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi). Kata Dongeng berarti cerita rekaan/tidak nyata/fiksi, seperti: fabel (binatang dan benda mati), sage (cerita petualangan), hikayat (cerita rakyat), legenda (asal usul), mythe (dewa-dewi, peri, roh halus), ephos (cerita besar; Mahabharata, Ramayana, saur sepuh, tutr tinular). Jadi kesimpulannya adalah “Dongeng adalah cerita, namun cerita belum tentu dongeng”.
Metode Bercerita berarti penyampaian cerita dengan cara bertutur. Yang membedakan anatara bercerita dengan metode penyampaian cerita lain adalah lebih menonjol aspek teknis penceritaan lainnya. Sebagaimana phantomin yang lebih menonjolkan gerak dan mimik, operet yang lebih menonjolkan musik dan nyanyian, puisi dan deklamasi yang lebih menonjolkan syair, sandiwara yang lebih menonjol pada permainan peran oleh para pelakunya, atau monolog (teater tunggal) yang mengoptimalkan semuanya. Jadi tegasnya metode bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan materi cerita dibandingkan aspek teknis yang lainnya.
Menurut para ahli pendidikan, bercerita kepada anak-anak memiliki beberapa fungsi yang amat penting, yaitu:
1.      Membangun kedekatan emosional antara pendidik dengan anak.
2.      Media penyampai pesan/nilai mora dan agama yang efektif
3.      Pendidikan imajinasi/fantasi
4.      Menyalurkan dan mengembangkan emosi
5.      Membantu proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita
6.      Memberikan dan memperkaya pengalaman batin
7.      Sarana Hiburan dan penarik perhatian
8.      Menggugah minat baca
9.      Sarana membangun watak mulia
Dalam bercerita pada anak ada beberapa poin yang harus diperhatikan yaitu :
1.      Teknik bercerita
Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi serta ekspresi. Seorang pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai berikut : (1) Narasi (2) Dialog (3) Ekspresi (terutama mimik muka) (4) Visualisasi gerak/Peragaan (acting) (5) Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim (6) Media/alat peraga (bila ada) (7) Teknis ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.
2.      Mengkondisikan anak
Tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib harus diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita. Diantaranya dengan cara-cara sebagai berikut:
a)      Aneka tepuk: seperti tepuk satu-dua, tepuk tenang, dan lain-lain. Contoh;
Jika aku (tepuk 3x)
sudah duduk (tepuk 3x)
maka aku (tepuk 3x)
harus tenang (tepuk 3x)
sst…sst..sst…
b)      Simulasi kunci mulut: Pendidik mengajak anak-anak memasukkan tangannya ke dalam saku, kemudian seolah-olah mengambil kunci dari saku, kemudian mengunci mulut dengan kunci tersebut, lalu kunci di masukkan kembali ke dalam saku
c)      Lomba duduk tenang”, Kalimat ini diucapkan sebelum cerita disampaikan, ataupun selama berlangsungnya cerita. Teknik ini cukup efektif untuk menenangkan anak, Apabila cara pengucapannya dengan bersungguh-sungguh, maka anak-anak pun akan melakukannya dengan sungguh-sungguh pula.
d)     Tata tertib cerita, sebelum bercerita pendidik menyampaikan aturan selama mendengarkan cerita, misalnya; tidak boleh berjalan-jalan, tidak boleh menebak/komentari cerita, tidak boleh mengobrol dan mengganggu kawannya dengan berteriak dan memukul meja. Hal ini dilakukan untuk mencegah anak-anak agar tidak melakukan aktifitas yang mengganggu jalannya cerita
e)      Ikrar, Pendidik mengajak anak-anak untuk mengikrarkan janji selama mendengar cerita, contoh:
Ikrar..!
Selama cerita, Kami berjanji
1)      Akan duduk rapi dan tenang
2)      Akan mendengarkan cerita dengan baik
f)       Siapkan hadiah!, secara umum anak-anak menyukai hadiah. Hadiah mendorong untuk anak-anak untuk mendapatkannya, meskipun harus menahan diri untuk tidak bermain dan berbicara. Bisa saja kita memberikan hadiah imajinatif seperti makanan, binatang kesayangan, balon yang seolah-olah ada di tangan dan diberikan kepada anak, tentu saja diberikan kepada anak-anak yang sudah akrab dengan kita, seringkali teknik ini menimbulkan kelucuan tersendiri.
3.      Teknik membuka cerita
Hal ini mengingatkan pula betapa pentingnya membuka suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah. Mengapa harus menggugah minat? Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat menentukan, maka membutuhkan teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang kuat, diantaranya dapat dilakukan dengan: Pernyataan kesiapan : “Anak-anak, hari ini, Ibu telah siapkan sebuah cerita yang sangat menarik…” dan seterusnya.
Potongan cerita: “Pernahkah kalian mendengar, kisah tentang seorang anak yang terjebak di tengah banjir?, kemudian terdampar di tepi pantai…?” Sinopsis (ringkasan cerita), layaknya iklan sinetron “Cerita bu Guru hari ini adalah cerita tentang “seorang anak kecil pemberani, yang bertempur melawan raja gagah perkasa perkasa ditengah perang yang besar” (kisah nabi Daud) mari kita dengarkan bersama-sama ! Munculkan Tokoh dan Visualisasi “ dalam cerita kali ini, ada 4 orang tokoh penting…yang pertama adalah seorang anak yang jago main karate, ia tak takut dengan siapapun…namanya Adiba, yang kedua adalah seorang ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad, badannya tinggi besar dan bila tertawa..iiih mengerikan karena sangat keras”…HA. HA..HA..HA..HA”, Somad memiliki golok yang sangat besar, yang ketiga seorang guru yang bernama Umar, wajahnya cerah dan menyenangkan…dan seterusnya.
Ekspresi emosi: Adegan orang marah, menangis, gembira, berteriak-teriak dan lain-lain. Musik & Nyanyian “Di sebuah negeri angkara murka, dimulai cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau ambillah sebuah lagu yang popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimat pembuka sebuah cerita. Suara tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidik dapat memulai cerita dengan memunculkan berbagai macam suara seperti; suara ledakan, suara aneka binatang, suara bedug, tembakan dan lain-lain.
4.      Menutup cerita dan evaluasi
a)      Tanya jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harus dicontoh maupun ditinggalkan.
b)      Doa khusus memohon terhindar dari memiliki kebiasaan buruk seperti tokoh yang jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapat meniru kebaikan tokoh yang baik.
c)      Janji untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebih baik, contoh “Mulai hari ini, Aku tak akan malas lagi, aku anak rajin dan taat kepada guru!”
d)     Nyanyian yang selaras dengan tema, baik berasal dari lagu nasional, popular maupun tradisional
e)      Menggambar salah satu adegan dalam cerita. Setelah selesai mendengar cerita, teknik ini sangat baik untuk mengukur daya tangkap dan imajinasi anak.
5.      Penanganan keadaan darurat
Apabila saat bercerita terjadi keadaan yang mengganggu jalannya cerita, pendidik harus segera tanggap dan melakukan tindakan tertentu untuk mengembalikan keadaan, dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik (tertib). Adapun kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah:
a)      Anak menebak cerita. Penanganan: Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita
b)      Anak mencari perhatian. penanganan: sampaikan kepada anak tersebut bahwa kita dan teman-temannya terganggu, kemudian mintalah anak tersebut untuk tidak mengulanginya.
c)      Anak mencari kekuasaan. Penanganan: Pendidik lebih mendekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat.
d)     Anak gelisah. Penanganan: Pendidik lebih dekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada aktivitas bersama seperti tepuk tangan dan penyanyi yang mendukung penceritaan.
e)      Anak menunjukkan ke tidak puasan. Penanganan: Pendidik membisikkan ke telinga anak tersebut dengan hangat ”Adik anak baik, Ibu makin sayang jika adik duduk lebih tenang”
f)       Anak-anak kurang kompak. Pananganan: pendidik lebih variatif mengajak tepuk tangan maupun yel-yel.
g)      Kurang taat pada aturan atau tata tertib. Penanganan: Pendidik mengulangi dengan sungguh-sungguh tata tertib kelas.
h)      Anak protes minta ganti cerita. Penanganan: Katakanlah ”Hari ini ceritanya adalah ini, cerita yang engkau inginkan akan Ibu sampaikan nanti”.
i)        Anak menangis. Penanganan: Mintalah orang tua atau pengasuh lainnya membawa keluar.
j)        Anak berkelahi. Penanganan: Pisahkan posisi duduk mereka jangan terpancing untuk menyelesaikan masalahnya, namun tunggu setelah selesai cerita
k)      Ada tamu. Penanganan: Berikan isyarat tangan kepada tamu agar menunggu, kemudian cerita diringkas untuk mempercepat penyelesaiannya. Suasana cerita sangat ditentukan oleh ketrampilan bercerita pendidik dan hubungan emosional yang baik antara pendidik dengan anak-anak. Beberapa kasus di atas hanyalah sebagian contoh yang sering muncul saat seorang pendidik bercerita, jadi penanganannya bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kreativitas pendidik.
6.      Media dan alat bercerita
Berdasarkan cara penyajiannya, bercerita dapat disampaikan dengan alat peraga maupun tanpa alat peraga (dirrect story). Sedangkan bercerita dengan alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga langsung (membawa contoh langsung:kucing dsb) maupun peraga tidak langsung (boneka, gambar, wayang dsb). Agar bercerita lebih menarik dan tidak membosankan, pendidik disarankan untuk lebih variatif dalam bercerita, adakalanya mendongeng secara langsung, panggung boneka, papan flanel, slide, gambar seri, membacakan cerita dan sebagainya.sehingga kegiatan bercerita tidak menjemukan.

Art Therapy (Terapi Seni)



TERAPI SENI
Dalam ilmu psikologi sangat sering kita mendengar istilah terapi sebagai salah satu metode untuk melakukan penyembuhan bagi individu yang mengalami gangguan psikologis. Terapi itu sendiri sangatlah beragam dan bervariatif sesuai dengan kegunaannya dan hampir setiap psikolog melakukan terapi bagi kliennya yang mengalami masalah psikologis sesuai dengan diagnosis yang telah dilakukan. Terapi tersebut pada dasarnya digunakan untuk melakukan intervensi baik usia anak-anak hingga dewasa tergantung daripada kebutuhan tiap individu tersebut. Namun yang saat ini sedang menjadi fokus adalah banyaknya kasus anak abnormal sehingga perlu intervensi secara khusus dalam menangani kasus tersebut dan salah satu jenis terapi yang dapat diberikan bagi anak-anak abnormal tersebut adalah terapi seni.
Menurut AATA (American Art Therapy Association), terapi seni itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu kegiatan terapeutik yang menggunakan proses kreatif dalam lukisan untuk menambah baik dan menyempurnakan fisikal, mental dan emosi individu dibawah semua peringkat umur. Secara sederhana terapi seni termasuk dalam kategori terapi ekspresif yang menggunakan media warna, kapur, pensil diintergerasikan dengan terapi psikoterapiutik dan teknik proses kreatif. Melalui terapi seni ini seseorang dapat memunculkan pengalaman bawah sadar dan dari situlah perasaan akan dapat terlihat. Pengalaman bawah sadar dan perasaan tersebut diekspresikan dalam bentuk kasar yang tidak beraturan. Material seni memiliki peran penting untuk memunculkan sadar dan ketidaksadaran seseorang. Bagian terpenting dalam terapi ini pada dasarnya adalah membuat sesuatu, proses membuatnya dan apa produknya.
Banyak pendekatan dan intervensi yang dapat diberikan dalam terapi ini, mulai dari menggambar, membuat suatu benda, bernyanyi dan bermain musik. Pendekatan tersebut disesuaikan dengan latar belakang permasalahan yang dialami anak tersebut. Dengan demikian melalui terapi ini anak tersebut diharapkan dapat memunculkan aspek-aspek yang terjadi pada alam bawah sadarnya sehingga dapat digali dan ditangani dengan metode yang tepat.
Ekspresi Kemampuan Motorik
Fasilitas Ekspresi

1.      Kerja seni memberikan wilayah ambigu sehingga memunculkan multi dimensi ekspresi yang secera verbal tidak dapat diungkapkan, dan
2.      Alat seni membantu mengungkapkan hal tersebut. (Tessa and Dalley, 1992)

Terapan
Menurut Sourby (2006) ada 6 manfaat dari penerapan terapi seni, yaitu:
1.      Menstrimulasi partisipasi yang aktif.
2.      Mendorong untuk mempelajari hal dan fungsi yang baru.
3.      Mendorong munculnya kesempatan untuk sukses, menjadi positif dan menyenangkan didalam sosialisasi.
4.      Meningkatkan kemandirian dan arah diri.
5.      Meningkatkan kesadaran diri, dan
6.      Memperkuat memori

Proses Terapi
1.      Proses terapi seni melibatkan rangkaian integrasi energi yang di lepaskan oleh klien sebagai hasil dari interaksi dengan terapis. (Cox 1978)
2.      Tujuan utama dari terapi seni adalah faslitasi keterikatan kembali dengan masa lalu untuk di keluarkan.
3.      Proses fasilitasi ini membutuhkan kemampuan terapis untuk menerima dan mentoleransi semua hal yang terjadi selama proses terapi. (Tessa and Dalley, 1992)

Keunggulan dan Kelemahan Terapi Seni
A.    Kelebihan
·         Memberikan rasa nyaman kepada pasien.
Dengan terapi seni, pasien dapat menuangkan apapun yang ada dalam pikirannya saat ini, perasaannya hingga hal-hal yang tidak dapat dikatakan secara langsung tanpa takut karena pasien tidak perlu berkomunikasi langsung yang dapat membuatnya merasa tidak nyaman.
B.     Kelemahan
1.      Interpretasi image yang dibuat.
Tidak semua gambar yang dihasilkan dari terapi seni dapat digunakan untuk interpretasi, bisa saja tidak bermakna apa-apa.
2.      Waktu.
Waktu yang digunakan untuk terapi tidak dapat diketahui secara pasti, bisa lama bisa juga hanya memerlukan waktu sebentar.
3.      Ruangan.
Untuk melakukan terapi seni diperlukan ruangan khusus sehingga pasien akan merasa nyaman.

Ragam Terapi
1.      Terapi seni dalam melukis atau menggambar.
2.      Terapi seni dalam dance atau menari, dan
3.      Terapi seni dalam memainkan alat musik, atau menyanyi.
Dari ketiga ragam terapi tersebut dapat diberikan sesuai kebutuhan atau juga bisa sesuai minat dari pasien yang akan diberikan terapi karena belum tentu mereka akan menyukai terapi seni yang ditentukan oleh psikolog.

Psikologi Perkembangan Dari Sudut Pandang Kelautan



PENDAHULUAN
Pada saat ini  sering sekali terjadi permasalahan yang berkaitan dengan perkembangan manusia. Mulai dari permasalahan mengenai anak hingga dewasa dan juga penyebab serta dampak dari masalah-masalah tersebut. Pada dasarnya permasalahan mengenai perkembangan tersebut sudah terjadi sejak dahulu dan juga pada ilmuan berusaha untuk mengkaji masalah-masalah yang timbul terkait dengan hal tersebut.
            Perkembangan manusia terjadi sejak masa awal dalam konsepsi (prenatal) hingga masa kematian (mortalitas). Dengan manusia sebagai fokus utama maka ilmu yang membahas tentang hal tersebut adalah ilmu psikologi dengan berkonsentrasi pada bidang perkembangan. Dalam psikologi perkembangan tersebut masih memiliki banyak cabang yang juga terfokus pada perkembangan sepanjhang hidup manusia dan salah satunya adalah perkembangan terhadap anak.
            Masa anak-anak pada dasarnya merupakan masa awal dalam tahap perkembangan sepanjang kehidupan manusia. Yang membedakan masa anak-anak dengan masa kehidupan yang lain adalah pada masa anak-anak individu cenderung lebih ingin dipahami. Comenius dalam (Hurlock, 1978) juga menyatakan bahwa “anak-anak harus dipelajari sebagai embrio orang dewasa melainkan dalam sosok alami anak yang penting untuk memahami kemampuan mereka dan mengetahui bagaimana berhubungan dengannya”. Dengan demikian anak pada dasarnya merupakan masa yang memiliki tingkat sensitivitas lebih tinggi daripada masa perkembangan lain oleh karena itu anak-anak ingin dipahami lebih dari orang remaja.
            Pada masa anak-anak pada dasarnya penting untuk dipelajari karena Locke menyatakan bahwa pengalaman masa anak akan berperan penting dalam pembentukan karakteristik pada saat dewasa. Selanjutnya terdapat pula pandangan dari J.J. Rosseau yaitu innate goodness yang menyatakan bahwa anak-anak pada dasarnya baik, karena itu mereka seharusnya diperbolehkan untuk bertumbuh secara alamiah dengan pantauan atau pembatasan dari orang tua. Pernyataan tersebut menjadi kontradiksi apabila perkembangan tersebut ditinjau dari sisi kelautan dan diaplikasi pada kalangan anak-anak nelayan.
            Anak-anak yang berada pada permukiman nelayan mengalami hal yang berbeda dari yang seharusnya. Anak tersebut kurang mendapat perhatian dan pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan. Hal tersebut ternyata berdampak pada perkembangan pada masa selanjutnya. Sama seperti yang dikatakan oleh Erikson dalam (Hurlock, 1978) bahwa “masa kanak-kanak merupakan gambaran awal manusia sebagai seorang manusia”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun pada masyarakat pesisir anak-anak seharusnya juga mendapat pengawasan terhadap perkembangannya karena hal itu berpengaruh pada masa dewasa nantinya.
            Berdasarkan gambaran secara umum tentang psikologi perkembangan anak tersebut, tim penulis berkeinginan untuk menyusun karya ilmiah terkait dengan psikologi perkembangan dilihat dari sudut pandang kelautan.

TEORI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
            Pada dasarnya banyak teori yang dikemukakan para ahli berkenaan dengan psikologi perkembangan.
1.      Sigmund Freud
Sebagai pendiri dari aliran psikoanalisis, Freud menyatakan bahwa terdapat lima tahapan dalam perkembangan anak, yaitu tahap mulut (oral stage), tahap anal (anal stage), tahap falik (phallic stage), tahap laten (latency stage), dan tahap kemaluan (genital stage). Apabila individu tidak melalui masing-masing tahapan tersebut dengan baik maka akan berpengaruh pada perkembangan perilaku dan pembentukan kepribadian individu tersebut.
Ferud melalui teori psikodinamikanya memandang bahwa komponen yang bersifat sosio-afektif sangat fundamental dalam kepribadian dan perkembangan seseorang. Menurut teori ini, komponen yang bersifat sosio-afektif adalah ketegangan yang ada dalam diri seseorang, sebagai penentu dinamikanya.
Menurut teori psikodinamika yang dikemukakan oleh Freud ini juga menyatakan bahwa seorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan biologis yaitu libido dan nafsu mati. Dalam teori ini juga memaparkan hal yang penting yaitu anak juga memiliki struktur id, ego dan super ego.
2.      Erik Erikson
Erikson memiliki pandangan bahwa terdapat delapan tahap perkembangan individu yang dialami selama siklus kehidupan individu tersebut. Tahapan tersebut adalah:
a)      Kepercayaan vs Ketidakpercayaan (trust vs mistrust)
b)      Otonomi vs Rasa Malu dan Keragu-raguan (autonomy vs shame & doubt)
c)      Prakasa vs Rasa Bersalah (initiative vs guilt)
d)     Tekun vs Rendah Diri (industry vs inferiority)
e)      Identitas vs Kebingungan Identitas (identity vs identity confusion)
f)       Keintiman vs Keterkucilan (intimacy vs isolation)
g)      Bangkit vs Mandeg (generativity vs stagnation)
h)      Integritas vs Kekecewaan (integrity vs despair)


3.      Jean Piaget
Piaget meyakini bahwa terdapat empat tahapan perkembangan kognitif yang dilalui oleh seorang anak, yaitu tahap sensorimotor, tahap pra operasional, tahap operasional konkrit, dan tahap operasional formal. Piaget juga memandang perkembangan berbdasarkan teori yang berorientasi biologis.
Teori ini menitikberatkan pada apa yang disebut bakat, jadi faktor keturunan dan konstitusi yang dibawa sejak lahir (Monks, 1982). Perkembangan anak dilihat sebagai pertumbuhan dan pemasakan organisme. Perkembangan bersifat endogen, yang artinya perkembangan tersebut tidak hanya berlangsung spontan saja, melainkan juga harus dimengerti sebagai pemekaran pre-disposisi yang telah ditentukan secara biologis dan tidak dapat berubah lagi.
Kelemahan teori yang berorientasi biologis ini juga terlihat ketika anak mampu melakukan suatu perilaki yang lebih awal dari stadium perkembangannya. Misalnya anak sudah dapat membaca pada usia yang masih sangat awal. Hal tersebut yang membuat teori ini tidak dapat menjadi patokan sepenuhnya dan harus merujuk pada teori perkembangan lain sebagai tinjauan dalam analisan psikilogis.
4.      Albert Bandura
Melalui teori belajar sosial yang dikembangkannya, Bandura menyatakan bahwa anak akan belajar dengan mengamati apa yang dilakukan oleh orang lain. Melalui pengamatan yang dilakukan (modeling), seorang anak akan menampilkan perilaku orang yang diamatinya serta bahkan mengadopsi perilaku tersebut dalam dirinya.
Dalam hal ini teori yang bersinggungan dengan apa yang dikemukan oleh bandura adalah teori lingkungan. Dalam kelompok teori lingkungan atau teori milieu mencakup teori belajar dan teori sosiologis. Kedua macam teori itu sebenarnya sama karena prinsip sosialisasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk proses dari social learning. Teori belajar memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda. Persamaan yang ada di antara teori belajar tersebut adalah bahwa individu memandang belajar sebagai suatu bentuk peribahan dalam diri seseorang yang bersifat relatif tetap.
Menurut teori ini perkembangan merupakan suatu proses pertambahan bertambahnya potensi untuk bertingkah laku. Berjalan harus dipelajari, bergaul dengan orang lain harus dipelajari, demikian pula dengan berpikir logis juga harus dipelajari. Belajar berjalan merupakan cara belajar sensori-motorik, belajar bergaul termasuk dalam kategori belajar sosial, dan berpikir logis termasuk dalam proses belajar kognitif.
Teori ini beranggapan bahwa perilaku yang ditunjukkan oleh individu bukanlah hasil spontan dari struktur organisme melainkan tergantung dari apa yang kita pelajari dengan teknik-teknik yang diadopsi dari lingkungan. Jadi bila anak hidup dalam suatu lingkungan tertentu, makaanak tadi akan memperlihatkan pola tingkah laku yang khas dari lingkungan tersebut (Monks, 1982).

TUGAS PERKEMBANGAN ANAK
            Salah satu dasar untuk menentukan apakah seorang anak telah mengalami perkembagan dengan baik adalah memulai apa yang disebut dengan tugas-tugas perkembangan atau (Development Task). Tugas perkembangan masa anak menurut Munandar (1985) adalah belajar berjalan, belajar mengambil makanan yang padat, belajar berbicara, toilet training, belajar membedakan jenis kelamin dan dapat kerja kooperatif, belajar mencapai stabilitas fisiologis, pembentukan konsep-konsep yang sederhana mengenai kenyataan sosial dan fisik, belajar untuk mengembangkan diri sendiri secara emosional dengan orang tua, sanak saudara dan orang lain serta belajar membedakan baik dan buruk.
            Sedangkan menurut Havighurts (dalam Gunarsa, 1986) tugas-tugas perkembangan pada anak bersumber pada tiga hal, yaitu : kematangan fisik, rangsangan atau tuntutan dari masyarakat dan norma pribadi mengenai aspirasi-aspirasinya. Tugas-tugas perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: tugas-tugas perkembangan anak usia 0-6 tahun, meliputi belajar memfungsikan visual motoriknya secara sederhana, belajar memakan makanan padat, belajar bahasa, kontrol badan, mengenali realita sosial atau fisiknya, belajar melibatkan diri secara emosional dengan orang tua, saudara dan lainnya, belajar membedakan benar atau salah serta membentuk nurani. Tugas-tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun adalah menggunakan kemampuan fisiknya, belajar sosial, mengembangakan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca, menulis, dan menghitung, memperoleh kebebasan pribadi, bergaul, mengembangkan konsep-konsep yang dipadukan untuk hidup sehari-hari, mempersiapkan dirinya sebagai jenis kelamin tertentu, mengembangkan kata nurani dan moral, menentukan skala nilai dan mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial atau lembaga (Havighurts dalam Gunarsa, 1986).

ASPEK PERKEMBANGAN ANAK
            Dalam perkembangan anak terdapat aspek-aspek yang nampak dari perkembangan tersebut. Berikut ini penjelasan dari masing-masing aspek :
  1. Perkembangan Fisik (Motorik).
Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. Perkembangan fisik (motorik) meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus.
a)      Perkembangan motorik kasar. Kemampuan anak untuk duduk, berlari, melompat, menangkap bola, dan menendang termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya.
b)      Perkembangan motorik halus. Adapun perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan memegang benda, menulis, menggunting, dan mengancingi baju termasuk contoh gerakan motorik halus.
2.      Perkembangan Emosi.
Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk merasakan dan memahami gejolak perasaan seperti mencintai, merasa nyaman, berani, gembira, takut, marah serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Emosi yang berkembang/ dikeluarkan anak akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi.
  1. Perkembangan Kognitif.
Pada aspek koginitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan maupun isyarat)seperti: memahami kata, mengeluarkan apa yang dia pikirkan, kemampuan logis, seperti memahami sebab akibat suatu kejadian, memahami makna dari symbol dan hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan diri dan di lingkungannya.
  1. Perkembangan sosial.
Aspek sosial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa, berinteraksi dan bermain bersama teman-teman sebayanya.